Menyikapi Penarikan Obyek Jaminan Fidusia yang Tidak Terdaftar

by - Agustus 28, 2017


Abstract :
Sebelum membaca semua yang saya tulis di sini ,agar tidak terjadi salah pengertian maupun salah paham , tolong digaris bawahi , bahwa apa yang saya ulas di sini adalah Obyek Jaminan Fidusia yang dibuat di bawah tangan dan tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, dan dalam kasus yang saya ulas di sini adalah Unit Kendaraan bermontor roda dua. Jadi untuk kasus Obyek Jaminan Fidusia yang sudah dibuatkan akta notariil oleh pejabat berwenang ( notaris ) dan sudah didaftarkan ke kantor Jaminan Fidusia kemudian memperoleh sertifikat Jaminan Fidusia serta Konsumen/ debitur mendapatkan Salinan Sertifikat Jaminan Fidusia – nya maka tidak masuk dalam pembahasan saya dalam tulisan ini.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan. Tetapi untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditor, maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia.
Selanjutnya kreditor akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian, memiliki kekuatan hak eksekutorial langsung apabila debitor melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditor ( parate eksekusi), sesuai UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Di samping itu , pihak konsumen selaku debitur juga memperoleh salinan Sertifikat Jaminan Fidusia bila memang benar – benar sudah didaftarkan di kantor Pendaftaran Fidusia.
Lalu, bagaimana dengan perjanjian fidusia yang tidak dibuatkan akta notaris dan tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia, alias dibuat dibawah tangan?. Pengertian akta di bawah tangan adalah sebuah akta yang dibuat antara pihak-pihak dimana pembuatannya tidak dihadapan pejabat pembuat akta yang sah yang ditetapkan oleh undang-undang ( notaris, PPAT dll).
Akta dibawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna. Sebaliknya, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di depan pejabat yang ditunjuk oleh Undang-Undang dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna. Untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus diotentikan ulang oleh para pihak, jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di pengadilan.
Pertanyaannya adalah apakah sah dan memiliki kekuatan bukti hukum, suatu akta di bawah tangan?. Menurut pendapat penulis, sah-sah saja digunakan asalkan para pihak mengakui keberadaan dan isi akta tersebut. Dalam prakteknya, di kampung atau karena kondisi tertentu menyebabkan hubungan hukum dikuatkan lewat akta di bawah tangan seperti dalam proses jual beli dan utang piutang. Namun, agar akta tersebut kuat, tetap harus dilegalisir para pihak kepada pejabat yang berwenang.
Saat ini, banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia.
Prakteknya lembaga pembiayaan menyediakan barang bergerak yang diminta konsumen (semisal motor atau mesin industri) kemudian diatasnamakan konsumen sebagai debitur (penerima kredit/pinjaman). Konsekuensinya debitur menyerahkan kepada kreditur (pemberi kredit) secara fidusia. Artinya debitur sebagai pemilik atas nama barang menjadi pemberi fidusia kepada kreditur yang dalam posisi sebagai penerima fidusia.
Praktek sederhana dalam jaminan fidusia adalah debitur/pihak yang punya barang mengajukan pembiayaan kepada kreditor, lalu kedua belah sama-sama sepakat mengunakan jaminan fidusia terhadap benda milik debitor dan dibuatkan akta notaris lalu didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia.
Kreditur sebagai penerima fidusia akan mendapat sertifkat fidusia dan salinannya diberikan kepada debitur. Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia, maka kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate eksekusi), seperti terjadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Fakta dilapangan menunjukan, lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencamtumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia dibawah tangan.
Keuntungan dan kelebihan obyek Jaminan Fidusia yang dibuatkan akta notariil dan didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia untuk dibuatkan sertifikat jaminan fidusia adalah ,jika penerima fidusia ( Lembaga Pembiayaan ; mis. finance maupun leasing ) mengalami kesulitan dilapangan, maka ia dapat meminta pengadilan setempat melalui juru sita membuat surat penetapan permohonan bantuan pengamanan eksekusi. Bantuan pengamanan eksekusi ini bisa ditujukan kepada aparat kepolisian ( sudah ada aturannya dalam PERKAP No.8 thn. 2011 ) , pamong praja dan pamong desa/kelurahan dimana benda objek jaminan fidusia berada. Dengan demikian bahwa pembuatan sertifikat jaminan fidusia melindungi penerima fidusia ( Kreditur / Lembaga Pembiayaan ; mis. Leasing maupun finance ) jika pemberi fidusia (debitur / konsumen ) gagal memenuhi kewajiban ( Wanprestasi ) sebagaimana tertuang dalam perjanjian kedua belah pihak
Menimbang :
  1. Bahwa masih maraknya oknum Debt Collector yang meresahkan konsumen sebagai pihak debitur yang mengalami kredit macet lalu disita kendaraannya di tengah jalan.
  2. Bahwa Debt Collector tanpa membawa Sertifikat Jaminan Fidusia melakukan tindakan melawan hukum dengan melakukan penyitaan unit kendaraan bermontor , sebagaimana yang telah diatur dlm PERMENKEU 130 / PMK .010 / 2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan KONSUMEN UNTUK KENDARAAN BERMONTOR dengan pembebanan Jaminan Fidusia , Psl. 3 dan 4 , di situ jelas adanya larangan tentang penarikan kendaraan bermontor apabila kantor   Jaminan Fidusia belum menerbitkan Sertifikat Jaminan fidusia.
  3. Bahwa Sering kali kita melihat , mendengar bahkan mungkin kita , saudara kita atau teman kita mengalami menjadi korban atas perampasan sepeda montor oleh sekelompok orang atau Debt Collector yang mengatakan bahwa barang/ unit kendaraan bermontor yang kita bawa saat itu menunggak pada sebuah finance atau leasing. Yang bahkan tidak segan – segan oknum Debt Collector melakukan tindakan anarki terhadap konsumen/ debitur yang dianggap memiliki tunggakan angsuran kendaraan bermontor pada salah satu finance atau leasing tertentu sehingga mengakibatkan kerugian harta benda bagi konsumen / debitur tersebut, orang awam menyebutnya sebagai preman debt Collector atau kalangan pemerhati hukum mengatakan lebih identik disebut pelaku perampasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 365 KUHP.
  4. Bahwa tidak jarang pula mereka para Debt Collector bertindak anarkis kepada Konsumen yang Wanprestasi.
  5. Bahwa adanya oknum Aparat Penegak Hukum ( POLRI ) yang menjadi backing para Debt Collector dalam melakukan tagihan angsuran, maupun Debt Collector yang berpenampilan menyamai Aparat Penegak Hukum atau menyerupai Militer untuk menakut – nakuti konsumen yang menunggak angsuran.
Mengingat :
  1.  PANCASILA
  2.  UUD 1945
  3. KUHP Psl.365 dan 368
  4. UU No. 42 Thn. 1999 Tentang Jaminan Fidusia
  5. UU No. 8 Thn. 1999 Tentang Perlindungan Konsumen , Psl. 18
  6. UU No. 2 Thn. 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Psl. 2 dan Psl. 13.
  7. PP RI No. 2 Thn. 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Psl.5 ( h).
  8. PERKAP No. 8 Thn. 2011 Tentang Eksekusi Jaminan Fidusia
  9. PERMENKEU 130 / PMK .010 / 2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan KONSUMEN UNTUK KENDARAAN BERMONTOR dengan pembebanan Jaminan Fidusia , Psl. 3 dan 4.
Pembahasan :
Penulis menghimbau kepada konsumen yang mengalami kredit macet supaya tidak gentar menghadapi Oknum Debt Collector. Apabila mereka melakukan perampasan Kendaraan bermontor milik anda yang mana anda masih menunggak angsuran maka saya sarankan laporkan kepada Aparat Penegak Hukum dengan dakwaan Psl. 365 dan 368 tentang perampasan.
Jangan serahkan unit Kendaraan tersebut kepada Debt Collector bila mereka tidak membawa Sertifikat Jaminan Fidusia , karna tanpa adanya sertifikat Jaminan Fidusia maka pihak finance ataupun leasing ( melalui Debt Collector ) tidak memiliki kekuatan eksekutorial sehingga dilarang mengeksekusi Unit Kendaraan, sebab tanpa adanya Sertifikat Jaminan Fidusia maka hukumnya sama saja dengan Hutang – piutang biasa , dan untuk mengeksekusinya diharuskan pihak Kreditur / Finance atupun leasing harus melakukan gugatan Perdata dulu hingga adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Sering kali kita melihat , mendengar bahkan mungkin kita , saudara kita atau teman kita mengalami menjadi korban atas perampasan sepeda montor oleh sekelompok orang atau Debt Collector yang mengatakan bahwa barang/ unit kendaraan bermontor yang kita bawa saat itu menunggak pada sebuah finance atau leasing. Yang bahkan tidak segan – segan oknum Debt Collector melakukan tindakan anarki terhadap konsumen/ debitur yang dianggap memiliki tunggakan angsuran kendaraan bermontor pada salah satu finance atau leasing tertentu sehingga mengakibatkan kerugian harta benda bagi konsumen / debitur tersebut, orang awam menyebutnya sebagai preman debt Collector atau kalangan pemerhati hukum mengatakan lebih identik disebut pelaku perampasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 365 KUHP.
Penulis pernah dimintai tolong oleh salah satu konsumen dari salah satu finance ketika Unit Kendaraan bermontornya “ dirampas “ oleh Oknum Debt Collector External karna menunggak di salah satu finance yang ada di Kota Kediri – Jawa Timur sekitar thn. 2014 untuk melakukan musyawarah – negosiasi guna mendapat Win – win solution, pihak finance tersebut mau mengembalikan unit kendaraan bermontor roda dua tersebut dengan syarat pihak kita ( dalam hal ini adalah konsumen / debitur ) mau membayar lebih kurang Rp. 1.500.000,- kepada finance tersebut untuk diberikan kepada Debt Collector external yang merampas unit kendaraan bermontornya tadi, namun kita bersikukuh tak akan mengeluarkan uang sedikitpun karna perbuatan yang dilakukan oleh pihak debt Collector external tersebut adalah perbuatan melawan hukum, sebab unit kendaraan tersebut belum didaftarkan di kantor jaminan fidusia saat kendaraan tersebut dirampas oleh oknum Debt Collector, dengan mengacu Surat Perjanjian Hutang Piutang antara Kreditur – debitur jelas tertulis bahwa unit kendaraan tersebut dijaminkan secara fidusia , padahal sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 42 Thn 1999 Tentang Jaminan Fidusia jelas menyebutkan keharusan pihak Pelaku Usaha ( dalam hal ini finance dan leasing ) untuk mendaftarkan obyek jaminan fidusia ke kantor jaminan fidusia, dan akibat hukum dari tidak didaftarkannya obyek jaminan fidusia tersebut maka pihak Pelaku Usaha ( dalam hal ini ) tidak punya hak eksekutorial langsung, sebab kedudukannya sama dengan hutang piutang biasa , sehingga untuk mengeksekusinya harus melalui gugatan perdata dulu dengan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan Negeri. Dari berbagai kasus yang terjadi dalam hal fidusia terutama obyeknya adalah unit kendaraan bermontor roda dua , menurut analisa saya , hampir bisa dipastikan ( saya tidak bilang pasti 100 % , tapi hampir ) tidak ada yang didaftarkan ke kantor jaminan fidusia dan hanya perjanjian di bawah tangan saja, dan sudah semestinya pemerintah diharapkan memberantas preman – preman bercover organisasi debt collector yang seringkali meresahkan masyarakat selaku konsumen. Memang benar dan sangat setuju , bahwa apabila konsumen / debitur tidak mampu membayar angsuran kredit maka unit kendaraan bermontor harus ditarik lagi oleh pihak Pelaku Usaha ( baik Finance ataupun leasing ) namun semua itu kan ada prosedurnya, bukan main rampas kayak preman, semua itu ada prosedur yang sudah diatur dalam Undang – undang.
Dengan mengacu pada UU No. 42 Thn. 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan PERMENKEU 130 / PMK .010 / 2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan KONSUMEN UNTUK KENDARAAN BERMONTOR dengan pembebanan Jaminan Fidusia , Psl. 3 dan 4 , di situ jelas adanya larangan tentang penarikan kendaraan bermontor apabila kantorJaminan Fidusia belum menerbitkan Sertifikat Jaminan fidusia, maka perbuatan Debt Collector yang merampas unit kendaraan bermontor di jalanan masuk dalam ranah pidana perampasan.
Apabila anda didatangi Debt Collector di rumah sendiri kemudian mereka bertindak tidak sopan maka anda berhak mengusirnya , karena konsumen berada di rumah sendiri. Jangan segan – segan mengusirnya bila mereka berkelakuan tidak sopan, dan apabila anda mengalami kredit macet /wanprestasi atau menunggak angsuran pembayaran kemudian para Debt Collector mau membawa Unit Kendaraan Bermontor anda maka anda bisa berteriak – teriak minta tolong …teriak saja ..” RAMPOK…RAMPOK …RAMPOOK ..!!! ” sekeras – kerasnya, dengan tujuan menarik perhatian publik, sebab kendaraan tersebut merupakan milik anda sebagaimana yang tercantum dalam STNK dan BPKB tersebut, yang terpenting jangan mau disuruh menandatangani surat apapun jua , ingat …!!! .. jangan mau …, karena surat yang disodorkan biasanya berupa Penyerahan Unit Kendaraan dari Konsumen ke finance atau leasing ( dlm konteks ini melalui Debt Collector ). Ingat pesan saya tadi , …jangan mau menandatangani Surat Apapun dari Debt Collector yang disodorkan ke anda.
Kalau anda melihat oknum anggota POLRI menjadi Backing Debt Collector menagih tunggakan angsuran anda baik di rumah ataupun di jalanan, anda tidak usah gentar, tapi bisa anda rekam saja apa yang dilakukannya atau anda foto lalu laporkan pada Divisi Profesi dan Pengamanan ( DIV PROPAM ) POLRI , namun laporkan pada level yang lebih atas ; mis. Dia berdinas di POLRES maka laporkan ke DIV PROPAM POLRI di tingkat POLDA. Apabila yang melakukannya oknum anggota TNI maka laporkan ke POLISI MILITER. Tentang larangan anggota POLRI menjadi penagih hutang bisa dilihat di PP RI No. 2 Thn. 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Psl.5 ( h).
Tentang kredit dengan Jaminan Fidusia sebenarnya Pemerintah sudah memberikan regulasi berupa Undang – undang untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik bagi kreditur maupun debitur, namun dalam prakteknya pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang seharusnya mengacu pada Undang – undang No. 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia ternyata masih banyak pelanggaran ; misalnya pelanggaran yang dilakukan adalah banyak finance atau leasing yang tidak mendaftarkan obyek jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, dan Kreditur ( Finance ataupun Leasing ) melakukan eksekusi ( baik oleh Debt Collector internal ataupun External ) terhadap obyek jaminan fidusia tidak sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 29 Undang – undang N0. 42 Thn 1999 Tentang Jaminan fidusia.
Asas perjanjian “pacta sun servanda” yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia dibawah tangan/ tak dibuat di atas notarial tidak dapat dilakukan eksekusi.
Proses eksekusi baru bisa dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya.
Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia. Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak. Masyarakat yang umumnya menjadi nasabah juga harus lebih kritis dan teliti dalam melakukan transaksi. Sementara bagi Pemerintah, kepastian keadilan dan ketertiban hukum adalah penting.
Kesimpulan :
  1. Sebelum Pihak finance ataupun leasing mendaftarkan Obyek Jaminan Fidusia ke Kantor Jaminan Fidusia maka Pihak Kreditur ( baik finance ataupun leasing ) tidak memiliki hak eksekutorial dan dianggap hutang piutang biasa sehingga untuk mengeksekusinya harus melalui gugatan perdata dulu di Pengadilan Negeri setempat.
  2. Pihak Kreditur ( baik finance ataupun leasing ) harus melakukan Pendaftaran ke Kantor Jaminan Fidusia dan harus dibuat di atas nota riil di hadapan Notaris lalu dibacakan di depan ke dua belah pihak untuk selanjutnya didaftarkan ke Kantor Jaminan Fidusia guna menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia , adapun kedudukan Sertifikat Jaminan fidusia sama kedudukannya dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap ( inkrach ) sehingga memiliki hak eksekutorial langsung. Dan pihak konsumen harus bersama – sama dengan Pelaku Usaha ( kreditur ) menghadap notaris untuk mentuangkan perjanjian Fidusianya di atas nota riil , namun pihak Pelaku Usaha ( baik finance ataupun leasing ) tidak mengajaknya tetapi mencantumkan dalam klausula baku surat perjanjian yang dibuat antara kreditur – debitur yang ditanda tangani pihak konsumen ( debitur ) bahwa pihak konsumen/ debitur memberikan kuasa kepada pihak kreditur , dan ini jelas melanggar psl. 18 UU No. 8 thn. 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
  3. Segala macam tindakan Debt Collector yang menyita unit jaminan fidusia ( unit kendaraan bermontor ) tanpa adanya Sertifikat Jaminan Fidusia adalah illegal dan melawan hukum yang dalam konsepsi hukum pidana masuk dalam psl. 365 KUHP, sehingga bisa dilaporkan dengan dakwaan perampasan.Dengan adanya PERMENKEU 130 / PMK .010 / 2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan KONSUMEN UNTUK KENDARAAN BERMONTOR dengan pembebanan Jaminan Fidusia , Psl. 3 dan 4 makin menegaskan bahwa tanpa adanya Sertifikat Jaminan Fidusia maka tindakan Debt Collector dalam menyita unit Jaminan Fidusia (baca : kendaraan bermontor ) adalah tindakan melawan hukum dan masuk ranah pidana perampasan.
  4. Polisi tidak boleh menjadi Backing Debt Collector, karena bukan TUPOKSI-nya sebagaimana yang ditegaskan dalam PP RI No. 2 Thn. 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Psl.5 ( h).
  5. Masyarakat konsumen jangan takut melawan kesewenang – wenangan oknum Debt Collector apabila mereka bertindak melawan hukum ; misalnya merampas unit kendaraan bermontor anda. Dan bila Oknum Debt Collector bertindak tidak sopan di rumah anda maka anda berhak mengusirnya karena anda berada di rumah sendiri.
  6. Konsumen ketika mau menandatangani Surat Perjanjian Kredit dengan Pihak Lembaga Pembiayaan ( leasing maupun finance ) supaya melihat dan membaca klausula baku yang tercantum di dalamnya, apakah Unit Kendaraan Bermontor yang dia beli secara angsuran itu dijaminkan secara Fidusia … ??? , jika jawabannya “ Ya “, pihak konsumen harus mengetahui bahwasanya suatu obyek jaminan ( baca : unit kendaraan bermontor yang dibeli secara angsuran ) yang dijaminkan secara fidusia , harus dibuatkan akta notarial di depan pejabat berwenang ( notaris, PPAT dll ) kemudian didaftarkan ke kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 42 th. 1999 Tentang Jaminan Fidusia psl.5 dan 11.
  7. Untuk mengindentifikasi apakah unit kendaraan bermontor yang ia beli secara angsurang/kredit dan dijaminkan secara fidusia tersebut sudah didaftarkan atau belum adalah dengan cara , apakah dirinya selaku konsumen/ debitur sudah memperoleh dan dikasih salinan sertifikat jaminan fidusia ???.

You May Also Like

0 komentar